Selasa, 04 Juni 2013

gadis itu enggang meninggalkan tempatnya, yang membuatnya di guyur hujan. tak berapa lama terdengar kelakson modil berbunyi, mobil itu berwarna hitam, tertulis Avanza. mobil itu membuka pindu bagian depan dan keluar seorang wanita muda, berkulit putih, mengenakan pakaian hijau dan celana jins. wanita itu mendekat ke arahku yang tengah berdiri di samping gadis bisu ini.

seolah ia kenal pada gadis bisu ini, ia sejenak menatapku dari bagian abawah sampai bagian atasku, entah apa yang ia fikir. wanita itu tiba-tiba menyapaku dan bertanya padaku dengan suaranya yang lembut.
"adik siapa ya, ko bareng sama adik kk?"
"cuman tadi kebetulan lewat emba, kashan ngelihat dia kehujanan, jadi tak samperin."
"oh, gitu ya. makasih kalo gitu, udah jagain adik kk."
"gk emba, saya cuman tadi kebetulan lewat dan lihat adik emba ini diem aja di sini. saya tanya diem aja, apa adik emba bisu?"
"oh gitu, ya dia bisu dari kecil. emang gini sifatnya, kalo udah bilang nunggunya di tempat ini, dia gk akan pergi, walau cuaca gk mendukung. emang ini sifatnya."
"gitu ya emba, kasihan ini kehujanan. cepet pulang emba, nanti sakit adik embanya."
"ya udah dik, kk pulang dulu, kapan-kapan ketemu lagi."
"ia, emba. hati-hati di jalan."

aku melihat gadis itu perlahan beranjak dari tempatnya dan memasuki mobil itu. ia masuk dan duduk di samping kknya yang tengah mengemudi, perlahan melaju, semakin jauh, hingga aku tak melihatnya lagi.

aku beranjak dari tempatku dan mulai berjalan menuu rumah. hujan mulai reda, suara air yang bising redup sedikit-demi sedikit. malam masih terlihat gelap, di ikutu suara yang sunyi. orang-orang sudah hampir tak ada yang berlalu lalang, keculai orang-orang yang iseng berpetualang di malam hari.

akhirnya aku sampai di depan rumah, ku raba saku elanaku dan ku cari pintu rumah. aku sekarang tingga sendiri, sedang orang tua tengah bekerja ke luar kota, sehingga rumah sepi dan kosong bila aku keluar. ku ambil kunci di sakuku dan ku buka pintu depan. ternyata pintu tak terkunci, entah aku lupa tadi tak mengunci, atau ada orang yang masuk ke rumah. aku mencoba memeriksa, namun tak ada tanda-tanda orang telah masuk kerumah. aku memeriksa barang-barang di rumah, ternyata tak satupun hilang, akhirnya aku kembali ke pintu depan da menguncinya.

aku menuju kamarku, ku lemparkan badanku yang terasa kedinginan ini, kutaris selimut dan membalutnya ditubuhku. aku masih teringat gadis yang kutemui didepan supermarket itu, wajahnya memang terlihat pucat, mungkin karna kehujanan di tempat menunggu bis itu. sekejam aku bayangkan lagi wajanya, bila ku lihat ia tampak cantik dan manis, berkulit putih, berambut panjang, namun kasihan ia bisu.aku bertanya-tanya, sedang apa gadis itu di sana, aku tak ingat untuk menanyakan pada kknya. sejenak ku fikirkan, hingga akhirnya aku tertidur dan lupa akan mi insta yang barusan aku beli.

Senin, 03 Juni 2013

hujan kembali turun, kulihat lahi tetes-tetes air berjatuhan dari langit. bunyinya,"Titk... tikk..tik...."
kembali malam dengan hujan, di temani secangkir kopi. hujan masih mengguyur, tak henti-hentinya. kini aku menyalakan instrumen piano.asik mengobati kejenuhan diri. aku masih asik melihat butir-butir air yang berjatuhan,"Satu, dua, tiga..."

kutinggalkan kopi hangat dan lamunanku, perutku terasa lapar. kini aku mencoba mencari uang-uang koin yang selalu aku simpan di bawah ranjang. kutemukan uang logas, lima ribu. aku bergegas mencari payung untuk keluarmembeli mi, untuk sekedar mengisi perut.

kujan masih deras,aku paksakan untuk keluar dan menjari supermaket yang masih buka. aku masuk kesuper maket dan mengambil dua mie indomie goreng. setelah selesai membayar di kasir, aku keur dari supermaket dan kembali di sambut hujan.

aku tak langsung pulang, sejenak aku berteduh di pintu depan supermaket itu. hujan semakin lebat, serta di ikuti angin yang cukup kencang. aku berdiri, terdiam, ku perhatikan suasana jalan depan supermaket. tak ada kendaraan yang berlalu lalang, mungkin karna malam yang semakin larut.

pandanganku tiba-tiba tertuju pada sosok gadih yang menggigi kedinginan di sebrang jalan. ia tengah berdiri di tmpat menunggu bis, namun takada bis yang akan lewat,karna alam sudah begitu larut. gadih itu mengenakan pakaian hitam, hingga mata hampir tak bisa membedakan antara gadis itu dengan malam yang tengah gelap itu.

aku semakin penasaran,melihat gadih itu tak beranjak dari tempatnya. wajahnya menunduk, kulitnya terlihat putih pucat. ia seakan tengah menangis, namun tangisnya gugur karna hujan lebat ini. sejenak ku berfikir untuk menghampiridan menyapanya,namun entah mengapa perasaanku tak enak. ku coba hapus semua perasangka buruk dan mencoba menghampiri gadis itu.

angin begitu kencang, hingga payungku seakan terbawa melayang. pakaianku setengah basah oleh hujan yang menyerangku. akhirnya aku sampai dekat gadis itu,aku mencoba bertanya padanya,namun dia hanya diam. 

"lagi apa, Mba ? ko larut melem gini belumpulang, hujan lagi Mba ?"

ia hanya terdiam tanpa berucap sepatah katapun,sambil tertunduk dan tubuh yang menggigil.

"kenapa to, Mba ? ko diem aja ?"

setelah beberapalama ia mengangkat kepalanya dan menatap wajahku, terasa perasaan yang aneh, bulu kudukku merinding. iapun mencoba berbicara,dengan suara serak-serak basah.

"aaaaaaaaamamahahahnanana"

aku bingung dengan cara bicaranya, sejanakaku berfikir dan mengerti. gadis itu ternyata bisu, dan tak ada yang mengerti ucapannya. akupun mencoba mengajaknya berteduh di depan super maket agar ia tidak kehujanan di sini.

Sabtu, 17 Maret 2012

Senandung Pertemanan


Canda, tawa, sedih dan duka
Selalu mengiringi dalam tiap langkah kita
Takan pernah pudar ditelan masa
Senantiasa abadi dalam hati dan jiwa     

Berjalan dengan baris yang berbeda
Dengan langkah yang sama
Dari tujuh benua dan tujuh samudra
Untuk mengarah pada satu tujuan yang esa

Berpegangan tangan bagai irama nada
Yang menggelora meneduhkan tiap jiwa
Dalam ruangan kecil penuh siraman cinta

Dibalik Jendela






Embun pagi menggenang
Dibalik tumpukan Koran yang menggunung
Depan teras yang telah usang dimakan waktu ini
Dengan ukiran batik yang kelasik
Sungguh mempesona. Menawan pandangan
Usianya mungkin lebih dari satu abad


Dalam hamparan lantainya
Kulihat pantulan bayangan ingatan
Penuh dengan suasana tahun-45
Seakan aku berdiri menyaksikan layar tancap
Dimasa-masa rimbun persatuan kebangsaan


Layarnya hitam putih bergurat tak beraturan
Penuh nuansa klasik yang menggelora jiwa
Menyalakan batu bara hitam yang beku. Dingin
Memerah. Memanas. Meledak-ledak di jiwa
                 
Suaranya menggugah alamDibalik Jendela
Memecah ombak yang tengah bergemuruh
Membangkitkan jiwa yang masih terlelap


Semuanya terekam abadi
Dibalik jendela aku melihat
Semangat yang menggugah jiwa
Semangat yang menggelorakan persatuan
Di sini. Di negriku. Indonesia


Biarlah Waktu Menjawab

Kulihat awan disana
Terbentang hiasi langit
Di temani rerumputan hijau
Aku terbaring menatap langit

Kurenungi hari-hariku
Tiap detaknya memiliki arti yang berbeda
Tiap denyutannya meresap dihati dan jiwa

Sering pedang-pedang hitam
Menyayat raga lelah yang menggerogoti raga ini
Namun selalalu ada api yang membara
Memekarkan bunga yang telah terkuncup

Kita sering mengharap hari yang indah
Namun takdir kadang berkata lain
Walaupun kita telang berjuang. Berhujan keringat

Biarlah waktu menjawab takdir yang tersimpan
Hingga jiwa dan raga menginjak masanya
Karna kita hanya insan lemah penuh noda
Yang tak punya daya upaya tanda kasihnya